Selasa, 13 Oktober 2009

Bab III I'tikaf

Hadits Ke-1 

Dari Abu Sa’id Al Khudri r.a., bahwa Rasulullah saw beri’tikaf pada sepuluh hari awal Ramadhan, kemudian dilanjutkan pada sepuluh hari pertengahan di sebuah kemah Turki, lalu Beliau mengulurkan kepalanya seraya menyeru manusia, maka orang-orang pun mendatanginya. Lalu beliau bersabda,” Aku telah beri’tikaf sejak sepuluh hari awal bulan ini untuk mendapatkan Lailatul Qadr, kemudian sepuluh hari pertengahan. Lalu dikatakan kepadaku bahwa Lailatul Qadar itu ada di sepuluh hari yang terakhir. Maka barangsiapa ingin beri’tikaf, I’tikaflah pada sepuluh malam terakhir.” Lalu orang-orang pun beri’tikaf bersama beliau. Beliau bersabda,” Aku bermimpi melihat Lailatul Qadar pada malam ini, tetapi dibuat lupa, dimana pada pagi-pagi aku sujud di tanah yang basah. Maka carilah pada sepuluh malam terakhir dan carilah pada malam-malam yang ganjil.” Memang malam itu hujan, sehingga masjid tergenang air. Setelah selesai sholat shubuh, Rasulullah saw keluar sedangkan di kening beliau menempel tanah basah. Malam itu adalah malam ke-21 dari sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.” ( Hadits Bukhari, Muslim- Misykat )

Penjelasan

I’tikaf pada bulan Ramadhan adalah amalan yang biasa dilakukan oleh Nabi saw. Pada bulan ini, beliau beri’tikaf selama sebulan penuh. Dan pada tahun terakhir di akhir hayatnya, beliau beri’tikaf selama dua puluh hari. Karena kebiasaan beliau yang amat mulia itu ( I’tikaf sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan ), maka para ulama berpendapat bahwa I’tikaf selama sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan adalah sunnah muakaddah.

Berdasarkan hadits di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan utama I’tikaf adalah mencari malam Lailatul Qadar. Pada hakikatnya, Lailatul Qadar hanya dapat dicari melalui I’tikaf. Inilah cara yang lebih tepat, sebab ketika seseorang beri’tikaf, walaupun ia tertidur, ia tetap dianggap beribadah. Selain itu, ketika beri’tikaf, seseorang tidak pulang pergi ke sana ke mari. Maka tidak ada kesibukan bagi orang yang beri’tikaf kecuali beribadah dan mengingat Allah SWT. Oleh sebab itu, tidak ada sesuatu yang paling baik bagi orang yang menghargai Lailatul Qadar dan mencarinya selain beri’tikaf.

Pada mulanya, selama bulan Ramadhan penuh, Rasulullah saw biasa memperhatikan amal-amal ibadah, namun pada sepuluh hari yang terakhir, beliau beribadah tanpa mengenal batas waktu. Beliau bangun malam dan membangunkan keluarganya untuk beribadah, sebagaimana yang diceritakan Aisyah r.ha. Dalam hadits Bukhari dan Muslim disebutkan,” Selama sepuluh hari terakhir Ramadhan, Rasulullah saw lebih mengencangkan ikat sarungnya dan bangun malam, serta membangunkan keluarganya untuk beribadah.” Maksud mengencangkan ikat sarungnya adalah, beliau lebih bersungguh-sungguh dalam beribadah daripada hari-hari lainnya, atau dapat juga bermakna bahwa beliau tidak berhubungan dengan istri-istri beliau pada hari-hari tersebut.
Read More or Baca Lebih Lengkap..

Minggu, 30 Agustus 2009

Bab III I'tikaf

Pengantar

I’tikaf adalah berdiam diri di dalam masjid dengan niat I’tikaf. Menurut Mazhab Hanafi, hukum I’tikaf ada 3 macam:
1. I’tikaf wajib. I’tikaf ini menjadi wajib karena nadzar. Misalnya karena mengucapkan,” Jika saya dapat menyelesaikan pekerjaan ini, saya akan beri’tikaf sekian hari.” Atau mungkin tanpa harus ada pekerjaan, misalnya karena mengucapkan,” Saya wajibkan kepada diri saya untuk beri’tikaf selama sekian hari,” maka I’tikafnya menjadi wajib. Dan sekian hari yang ia niatkan, wajib untuk ditunaikan.
2. I’tikaf Sunnah. Yaitu I’tikaf sebagaimana yang biasa dilakukan oleh Rasulullah saw. Yakni beri’tikaf selama 10 hari terakhir bulan Ramadhan.
3. I’tikaf Nafil. Yaitu I’tikaf tanpa batasan waktu dan hari. Kapan saja seseorang berniat I’tikaf, ia dapat melakukannya, bahkan jika berniat I’tikaf selama umur hidupnya, pun diperbolehkan.


Selanjutnya ada perbedaan pendapat tentang batasan waktu I’tikaf yang paling sedikit. Imam Abu Hanifah rah.a., menyatakan bahwa I’tikaf hendaknya tidak kurang dari 1 hari. Sedangkan Imam Muhammad rah.a., berpendapat bahwa boleh beri’tikaf dalam waktu yang singkat. Pendapat inilah yang difatwakan oleh Mazhab Hanafi. Oleh sebab itu, sangat penting bagi setiap orang untuk niat I’tikaf setiap kali memasuki masjid, sehingga ketika ia melaksanakan sholat atau beribadah lainnya selama berada di masjid, ia akan mempeoleh pahala I’tikaf.

Pahala i’tikaf itu sangat banyak dan demikian pula dengan keutamaannya, sehingga Rasulullah senantiasa memperhatikannya. Perumpamaan orang yang beri’tikaf adalah seperti orang yang pergi ke rumah orang lain untuk meminta hajatnya seraya berkata,” Selama hajatku belum terpenuhi, aku akan tetap tinggal di sini.”

Jiwaku keluar bersimpuh di bawah kaki-Mu
Inilah hati yang mengharap pada-Mu

Seandainya hal itu dilakukan, bahkan hati tuan rumah yang sekeras batu, niscaya akan melunak. Bagaimana dengan Allah Yang Maha Pemurah, yang Kerahiman-Nya sangat luas tak terbatas?

Engkaulah yang Maha Pemberi
Rahmat-Mu senantiasa terbuka bagi setiap hati
Bertanyalah tentang keadaan Musa dengan Tuhannya
Ia pergi untuk mengambil api, tetapi ia malah menjumpai kenabian

Oleh sebab itu, orang yang memutuskan hubungannya dengan dunia lalu pergi berdiam di rumah Allah, apakah ada keraguan bahwa ia tidak akan memperoleh apa yang ia inginkan? Dan jika Allah telah memberinya, siapakah yang mampu menghitung simpanan-Nya? Tidak ada seorangpun yang sanggup menjelaskan sesuatu yang tidak terbatas.

Ibnul Qayyim rah.a., menjelaskan bahwa tujuan I’tikaf adalah untuk menghubungkan hati dengan Allah SWT, dengan mengalihkan hati dari segala sesuatu selain Allah SWT dan mengubah segala kesibukan kita dengan menyibukkan diri dengan-Nya serta mengalihkan segala sesuatu dari selain Dia dan hanya tertuju kepada-Nya. Segala angan-angan dan pikiran semata-mata untuk mengingat-Nya dan menumbuhkan kecintaan kepada-Nya, sehingga tumbuh kecintaan yang dalam kepada-Nya sebagai pengganti cinta kepada makhluk. Cinta seperti inilah yang akan membahagiakan kita di tengah siksa kubur, yang pada saat itu tak seorangpun dari yang kita cintai dapat membahagiakan kita kecuali Allah SWT. Jika hati ini telah mencintai-Nya, maka betapa indah dan nikmat waktu yang akan berlalu bersama-Nya.

Penyusun kitab Maraqil Falah menulis bahwa jika I’tikaf dilakukan dengan ikhlas, maka I’tikaf tersebut merupakan ibadah yang paling utama. Selain itu, keistimewaan I’tikaf adalah perhitungan pahalanya tidak terbatas, misalnya jiwa akan dibersihkan dari segala ketergantungan pada dunia dan berpaling semata-mata kepada Allah SWT dan bersimpuh di hadapan-Nya. Oleh sebab itu, jika ia beri’tikaf, ia akan dicatat dalam keadaan beribadah sepanjang waktunya. Tidur atau terjaganya dinilai sebagai ibadah dan ia akan bertambah dekat kepada Allah SWT. Sebuah hadits menyebutkan bahwa Allah berfirman,” Barangsiapa mendekati-Ku sejengkal, Aku akan mendekatinya sehasta. Barangsiapa mendekati-Ku sehasta, Aku akan mendekatinya sedepa. Barangsiapa mendekati-Ku dengan berjalan, Aku akan mendekatinya dengan berlari.”

Jika seseorang beri’tikaf di rumah Allah, Allah SWT akan memuliakan siapa saja yang mendekati rumah-Nya, sehingga ia pasti akan berada dalam lindungan-Nya. Bahaya musuh dan segala sesuatu yang membahayakan tidak akan menimpanya. Masih banyak lagi keutamaan dan keistimewaan I’tikaf.

Prosedur I’tikaf

Bagi kaum laki-laki, masjid yang paling utama untuk I’tikaf adalah Masjidil Haram di Makkah, lalu Masjid Nabawi di Madinah Al Munawwarah , selanjutnya Masjid Baitul Maqdis di Palestina, lalu masjid Jami’ dan terakhir masjid – masjid di kampung kita masing-masing. Imam Hanafi rah.a., menetapkan bahwa masjid yang digunakan untuk I’tikaf adalah masjid yang biasa digunakan untuk sholat 5 waktu berjama’ah. Sedangkan menurut Imam Abu Yusuf dan Imam Muhammad rah.hima., masjid yang sesuai dengan syariat dapat digunakan untuk beri’tikaf walaupun belum digunakan untuk sholat berjamaah 5 waktu.

Sedangkan bagi kaum perempuan, mereka hendaknya beri’tikaf di masjid/ musholla yang ada di dalam rumahnya. Jika tidak ada musholla di dalam rumah, sebaiknya disediakan sebuah kamar atau ruangan khusus, atau sudut rumah yang khusus untuk I’tikaf. Dengan demikian I’tikaf jauh lebih mudah untuk kaum wanita daripada kaum laki-laki. Kaum perempuan itu cukup duduk di rumahnya, sedangkan pekerjaan-pekerjaan rumahnya dapat dikerjakan oleh anak-anaknya ,dan ia akan tetap mendapatkan pahala I’tikaf. Namun sayangnya, meskipun I’tikaf bagi kaum wanita itu mudah, banyak di antara mereka yang tidak mengamalkannya.
Read More or Baca Lebih Lengkap..

Bab II Lailatul Qadar

Hadits ke-1
 Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah saw bersabda,” Barangsiapa berdiri sholat pada malam Lailatul Qadar karena Iman dan Ihtisab ( suatu tahapan keyakinan yang sempurna dan harapan ikhlas untuk memperoleh pahala ), maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” ( HR Bukhari, Muslim- Kitab At Targhib )

Penjelasan

Maksud berdiri di sini adalah shalat, juga meliputi bentuk ibadah lainnya seperti dzikit, tilawah dan sebagainya. Kata-kata Mengharap Pahala maksudnya adalah agar niat seseorang ikhlas dan jauh dari niat-niat buruk atau riya’. Seseorang hendaknya berdiri di hadapan Allah SWT dengan tawadhu’ semata-mata mengharap ridha dan pahala-Nya. Menurut Khathabi rah.a., maksud kalimat itu adalah agar seseorang benar-benar meyakini janji Allah lalu berdiri di hadapannya dengan senang hati, bukan dengan berat hati. Kita tahu bahwa jika seseorang berkeinginan dan berkeyakinan kuat untuk mendapatkan pahala yang besar, maka ia akan mudah bersungguh-sungguh dalam beribadah, bahkan semua itu akan terasa ringan baginya. Inilah alasannya mengapa para muqarrabin merasa ringan dalam meningkatkan dan memperbanyak ibadah mereka.

Dalam hadits di atas penting untuk diperhatikan mengenai dosa-dosa yang akan diampuni. Alim ulama mengatakan bahwa yang diampuni adalah dosa-dosa kecil saja, sebab setiap ayat Al Qur’an yang menyebutkan tentang dosa-dosa besar selalu disertai dengan lafazh Kecuali yang bertaubat. Berkenaan dengan hal ini, alim ulama sepakat bahwa dosa-dosa besar tidak akan diampuni kecuali dengan Taubat, sehingga bila ada hadits yang menyatakan tentang dosa-dosa yang diampuni, mereka berpendapat bahwa yang diampuni adalah dosa-dosa kecil saja. Maulana Yahya ( ayah Maulana Zakariyya rah.a ) menjelaskan bahwa ada 2 sebab sehingga lafazh ‘dosa –dosa kecil’ tidak disebutkan dalam beberapa hadits tentang pengampunan dosa. Pertama, seorang muslim yang taat, mustahil berbuat dosa besar. Kalaupun ia melakukan dosa besar, maka ia tidak akan tenang hingga ia bertaubat kepada Allah SWT. Kedua, ketika seorang muslim mengharap pahala ibadah pada malam Lailatul Qadar, maka hatinya akan menyesali dosa-dosanya. Secara tidak langsung, dia akan benar-benar bertaubat dan berniat tidak akan mengulangi melakukan perbuatan dosa tersebut. Orang yang telah berbuat dosa besar, hendaknya benar-benar bertaubat dengan penuh keikhlasan dengan diikrarkan secara lisan, yaitu pada malam Lailatul Qadar atau pada saat-saat doa makbul, sehingga rahmat Allah tercurah kepadanya dan dosa-dosanya yang kecil atau besar akan diampuni oleh Allah SWT.
Read More or Baca Lebih Lengkap..

Bab II Lailatul Qadar

Di antara malam – malam Ramadhan yang terkenal dengan kebaikan dan keberkahannya yang sangat besar, terdapat suatu malam yang disebut sebagai malam Lailatul Qadar. Al Qur’an telah menyatakan keutamaannya yang lebih besar dari seribu bulan. Dengan kata lain, malam itu lebih berharga daripada 83 tahun 4 bulan. Betapa beruntung, orang yang mendapatkan kesempatan beribadah dengan sungguh-sungguh pada malam itu, karena berarti ia mendapatkan pahala beribadah selama 83 tahun 4 bulan, bahkan kita tidak tahu, barangkali lebih banyak daripada itu. Sesungguhnya malam itu merupakan suatu karunia dan rahmat yang amat besar bagi ummat ini.

Sejarah Lailatul Qadar

Di dalam Kitab Durrul Mantsur terdapat sebuah hadits dari Anas r.a., bahwa Rasulullah saw. bersabda,” Lailatul Qadar telah dikaruniakan kepada ummat ini ( umatku ) yang tidak diberikan kepada umat-umat sebelumnya.”

Terdapat beberapa pendapat mengenai alasan dikaruniakannya Lailatul Qadar. Menurut beberapa hadits, di antara sebabnya adalah sebagai berikut; Rasulullah pernah merenungkan usia rata-rata umat-umat terdahulu yang jauh lebih panjang daripada usia umatnya yang pendek. Beliau pun bersedih karena mustahil ummatnya dapat menandingi amal ibadah umat-umat terdahulu. Oleh sebab itu, Allah SWT dengan kasih sayangnya yang tidak terhingga mengaruniakan Lailatul Qadar kepada umat Islam. Hal ini bermakna bahwa apabila ada seseorang yang memperoleh kesempatan beribadah selama sepuluh malam Lailatul Qadar pada bulan Ramadhan dan mendapatkan keberkahan malam-malam tersebut, maka ia akan mendapatkan pahala beribadah selama 83 tahun 4 bulan, bahkan lebih.
Riwayat lain mengatakan bahwa Rasulullah saw bercerita kepada para shahabatnya tentang kisah seorang yang sangat sholeh dari kalangan Bani Israel yang telah menghabiskan waktu selama seribu bulan untuk berjihad fii sabilillah. Mendengar kisah nyata ini, para shahabat Nabi saw. merasa iri. Terhadap hal ini, Allah SWT mengaruniakan kepada para shahabat, Lailatul Qadar sebagai ganti dari beribadah selama 1000 bulan tersebut. Ada juga riwayat lainnya yang menyatakan bahwa Nabi saw pernah menyebutkan 4 nama nabi dari Bani Israel, yang masing-masing telah menghabiskan waktu 80 tahun untuk mengabdi dan berbakti kepada Allah SWT tanpa pernah mendurhakai-Nya sekejap pun. Mereka adalah Nabi Ayyub a.s., Zakariyya a.s., Hizkiel a.s., dan Yusya’ a.s. . Mendengar hal ini, para shahabat Nabi merasa takjub dan iri. Lalu Jibril a.s. datang dan membacakan surat Al Qadar yang mewahyukan tentang keberkahan malam yang istimewa ini.

Masih ada riwayat-riwayat lainnya yang menerangkan tentang asal mula dikaruniakannya malam Lailatul Qadar. Meskipun dalam satu masa, perbedaan ini secara umum disebabkan oleh keadaan yang berbeda yang mengakibatkan ayat ini turun. Oleh karena itu, penafsirannya dikaitkan dengan kejadian pada masa tersebut. Terlepas dari riwayat mana yang kita terima, yang penting Allah SWT telah mengaruniakan kepada ummat ini malam Lailatul Qadar sebagai nikmat yang besar. Lailatul Qadar adalah karunia Allah SWT dan hanya orang-orang yang mendapatkan taufik dan hidayah yang dapat beramal di dalamnya. Betapa beruntung orang-orang bertaqwa yang tidak pernah meninggalkan ibadah pada malam Lailatul Qadar semenjak mereka baligh.

Tentang penentuan jatuhnya malam Lailatul Qadar ini, terdapat sekitar 50 perbedaan pendapat di kalangan alim ulama. Di sini tidak akan diuraikan semua pendapat itu, tetapi hanya yang paling masyhur saja. Kitab-kitab hadits banyak membahas keistimewaan dan keutamaan malam Lailatul Qadar ini melalui berbagai riwayat. Karena Al Qur’an sendiri telah menyebutkan tentang malam tersebut dalam sebuah surat yang khusus, kita akan memulainya dari penjelasan mengenai penafsiran surat Al Qadar tersebut, yang diambil dari tafsir Bayanul Qur’an susunan Syaikh Asyraf Ali Tsanwi rah.a. dan beberapa tambahan dari kitab-kitab lainnya.


“ Sesungguhnya Kami telah menurunkannya ( Al Qur’an ) pada malam kemuliaan.”

Ayat di atas telah menyebutkan suatu kenyataan bahwa pada malam istimewa itu, Al Qur’an telah diturunkan dari Lauh al Mahfudz ke langit dunia. Kenyataan ini cukup memperkuat bukti kemuliannya, yaitu Al Qur’an yang begitu agung diturunkan pada malam ini. Keberkahan dan keutamaan lainnya juga tertulis di dalam surat ini. Pada ayat berikutnya, agar menarik perhatian kita, maka diajukanlah sebuah pertanyaan:


“ Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu”

Dengan kata lain, pertanyaannya adalah,” Tahukah kamu betapa besar dan penting malam ini? Tahukah kamu akan besarnya nikmat dan karunia pada malam ini?” Ayat berikutnya menerangkan keagungan malam tersebut:

“ Malam Lailatul Qadar itu lebih baik dari seribu bulan.”

Artinya, pahala beribadah pada malam itu lebih baik dan lebih besar daripada pahala beribadah selama seribu bulan. Dan kita tidak tahu seberapakah yang dimaksud lebih besar itu.
“ Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril, dengan ijin Allah untuk mengatur semua urusan.”

Sebuah penjelasan yang indah mengenai ayat ini telah dikemukakan oleh Imam Razi rah.a. yang berkata bahwa ketika manusia pertama diturunkan ke Bumi, para malaikat melihatnya dengan penuh keprihatinan, sehingga mereka bertanya kepada Allah SWT.,” Mengapa Engkau jadikan ( khalifah ) di bumi, orang yang akan berbuat kerusakan dan menumpahkan darah?” Sebagaimana halnya jika ibu bapak memperhatikan asal usul manusia, yaitu dari setetes air mani, mereka akan memandangnya dengan rasa jijik sehingga dianggap sebagai sesuatu yang mengotori pakaian dan perlu dicuci. Namun, ketika dari air mani itu, Allah SWT menjadikan seorang bayi yang cantik, mereka pun menyayanginya dan mencintainya. Demikian pula, jika seseorang beribadah kepada Allah SWT dan memuji-Nya pada malam kemuliaan, maka para malaikat akan turun kepada mereka, meminta maaf atas ucapannya dahulu tentang manusia.

Dalam ayat ini disebutkan lafazh war ruuhu ( dan ruh ). Yang dimaksud adalah Jibril a.s. yang turun ke bumi pada malam tersebut. Para ahli tafsir memberikan beragam penafsiran mengenainya. Kebanyakan di antara mereka sepakat bahwa yang dimaksud ruh di sini adalah Jibril a.s. Menurut Imam Razi rah.a., inilah makna yang paling tepat. Pertama Allah SWT menyebutkan para malaikat, lalu Jibril a.s., sebab ia memiliki kedudukan khusus di antara para malaikat, sehingga ia disebut secara terpisah. Sebagian mufassirin berpendapat bahwa yang dimaksud dengan ruh di sini adalah malaikat yang begitu besar sehingga jika dibandingkan langit dan bumi, maka keduanya laksana sesuap makanan saja. Mufassir yang lain berpendapat bahwa ruh di sini maksudnya adalah sekelompok malaikat yang jarang muncul. Malaikat itu hanya muncul pada malam Lailatul Qadar dan hanya dapat disaksikan oleh malaikat lainnya pada malam tersebut. Dan masih banyak penafsiran lainnya.

Imam Baihaqi rah.a. meriwayatkan hadits dari Anas r.a. bahwa Nabi saw. bersabda,” Pada malam Lailatul Qadar, Jibril turun bersama sekumpulan malaikat dan berdoa memohon rahmat untuk setiap orang yang ditemukan tengah sibuk beribadah pada malam itu.”



“ Dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan.”

Mereka turun dengan membawa kebaikan. Penyusun kitab Mazhahiril Haq menulis bahwa pada malam inilah, dahulu kala, malaikat diciptakan, lalu Adam pun diciptakan dan pepohonan surga ditanam. Menurut beberapa hadits, pada malam ini, doa-doa dikabulkan. Begitu pula dalam sebuah hadits di Kitab Durrul Mantsur, disebutkan bahwa pada malam ini Nabi Isa a.s. diangkat ke langit. Dan pada malam itu juga, taubat Bani Israel diterima.



“ Malam itu ( penuh ) dengan kesejahteraan sampai terbit fajar.”

Malam itu penuh dengan kesejahteraan. Para malaikat turun secara berduyun-duyun dan bergelombang untuk menyampaikan salamnya kepada orang-orang yang beriman secara bergiliran seperti tentara. Jika sekelompok malaikat naik ke langit, maka digantikan oleh kelompok malaikat lainnya. Beberapa riwayat menyebutkan bahwa malam ini penuh dengan kesejahteraan dan keamanan dari segala kejahatan dan keburukan. Rahmat dan berkah pada malam itu selalu turun sepanjang malam sampai terbit fajar, tidak terbatas pada sebagian malam saja.
Sebenarnya setelah mengetahui keutamaan Lailatul Qadar melalui surat ini telah mencukupi tanpa harus mengutip haditsnya. Tetapi karena banyak hadits yang menyebutkan fadhilahnya, maka di sini akan disajikan beberapa. Read More or Baca Lebih Lengkap..

Bab I Keutamaan Ramadhan

Hadits ke-3
Dari Ka’ab bin ‘Ujrah r.a., Rasulullah saw. bersabda,” Mendekatlah kalian ke mimbar.” Kami pun mendekat. Ketika beliau menaiki tangga pertama, beliau berkata ‘Amin’. Lalu ketika menaiki tangga kedua juga berkata ‘Amin’. Dan ketika menaiki tangga yang ketiga, beliau pun berkata ‘Amin’. Maka ketika turun, kami berkata,” Ya Rasulullah, sungguh pada hari ini kami telah mendengar darimu sesuatu yang belum pernah kami dengar.” Beliau bersabda,” Sesungguhnya Jibril telah datang kepadaku lalu berkata,’ Celakalah orang yang mendapatkan bulan Ramadhan, tetapi ia tidak diampuni,’ maka aku berkata, ‘Amin’. Lalu ketika aku menaiki tangga kedua dia berkata,’ Celakalah orang yang mendengar namamu disebut, tetapi ia tidak bersholawat atasmu.’ Maka aku berkata, ‘Amin’. Ketika aku menaiki anak tangga ketiga, ia berkata,’ Celakalah orang yang menjumpai kedua ibu bapaknya yang telah tua atau salah satu dari keduanya, tetapi mereka tidak dapat memasukkannya ke dalam surga.’ Aku berkata,’Amin’. ( HR Hakim )

Penjelasan:

Di dalam hadits ini, Jibril a.s. telah mendoakan keburukan bagi tiga perkara dan Rasulullah saw. mengamini ketiga dia tersebut. Jibril a.s. sebagai malaikat yang terdekat dengan Allah SWT telah mendoakan keburukan dan beliau mengamininya. Maka betapapun kerasnya doa tersebut, Allah SWT pasti akan mengabulkannya. Hanya dengan rahmat-Nya, kita dapat terhindar dari perbuatan-perbuatan tersebut dan terselamat dari doa-doa tersebut. Jika tidak, bagaimana kita dapat menghindarinya? Di dalam Durrul Mantsur disebutkan bahwa Jibril a.s. sendiri yang berkata kepada Rasulullah,’ Ucapkanlah Amin.’ Maka beliau mengamininya. Dari sini dapat kita ketahui dengan jelas betapa pentingnya doa tersebut.

Orang pertama adalah orang yang melewati Bulan Ramadhan yang penuh berkah, tetapi ia tidak dapat ampunan-Nya. Ia menghabiskan hari-harinya dengan perbuatan dosa dan kelalaian sehingga ia tidak memperoleh maghfiroh. Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan curahan rahmat Allah laksana hujan, namun jika dalam bulan ini dihabiskan dengan perbuatan buruk, maka dapat menyebabkan kita terhalang dari rahmat Illahi. Jika tidak memperoleh maghfirah Allah SWT dalam bulan ini, lalu kapan lagi kita akan mendapatkannya? Dan apa yang patut diherankan dengan kebinasaannya? Cara mendapatkan ampunan Allah SWT adalah setelah menunaikan tugas dalam bulan Ramadhan yaitu berpuasa dan tarawih, hendaklah kita memperbanyak istighfar dan bertaubat kepada Allah SWT.

Orang kedua yang mendapatkan doa keburukan di atas adalah orang yang apabila mendengar nama Rasulullah saw disebutkan, ia tidak bershalawat kepada beliau. Banyak hadits yang meriwayatkan tentang masalah ini, sehingga sebagian ulama berpendapat bahwa bershalawat ketika mendengar nama Muhammad saw disebut adalah WAJIB. Selain hadits di atas, masih banyak hadits lainnya yang menyebutkan ancaman atas kelalaian ini. Sebagian hadits menyebutkan bahwa orang-orang yang demikian itu termasuk ke dalam golongan orang-orang yang kikir dan celaka. Juga sebagai orang yang kehilangan jalan ke surga, bahkan termasuk ke dalam golongan orang yang akan memasuki neraka. Juga diriwayatkan bahwa orang itu tidak akan dapat melihat wajah Rasulullah saw. Alim ulama ahlul haq telah mentakwilkan riwayat ini, namun siapakah yang berani mengingkarinya, berdasarkan sabda Nabi saw yang demikian keras mengemukakan ancaman itu, yang mereka tidak akan sanggup menanggungnya? Mengapa? Karena kebaikan Rasulullah saw demikian besar terhadap ummat ini, sehingga tulisan-tulisan ataupun ceramah tidak mampu melukiskannya. Banyak sekali hak-hak Rasulullah yang tidak sanggup ditunaikan oleh ummatnya, sehingga orang yang tidak bersholawat ketika mendengar namanya pun berhak mendapat ancaman dan kerugian. Sangat besar keutamaan bersholawat ke atas Nabi saw, sehingga barangsiapa yang tidak mengucapkannya, baginya kecelakaan yang sangat besar.

Sebuah hadits menyebutkan bahwa bahwa barangsiapa bersholawat 1 kali untuk Rasulullah saw, maka Allah SWT akan menurunkan 10 rahmat kepadanya dan para malaikat akan mendoakannya, dosa-dosanya akan diampuni, derajatnya akan dinaikkan, pahalanya akan diterima laksana Gunung Uhud, dan ia wajib menerima syafaat pada hari kiamat dan masih banyak balasan lainnya yang telah dijanjikan seperti mendapatkan rahmat dan ridho Allah SWT, terbebas dari murka-Nya, selamat dari ketakutan pada hari kiamat, dapat melihat tempatnya di surga ketika hidup sebelum matinya. Selain itu, masih banyak janji lainnya yang berhubungan dengan keutamaan khusus bershalawat ke atas Nabi saw sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rasulullah saw sendiri.

Keutamaan shalawat lainnya adalah, orang yang membacanya akan diselamatkan dari kesempitan dan kemiskinan dan akan memperoleh kebahagiaan dapat berdekatan dengan Nabi saw dan Allah SWT. Akan memperoleh pertolongan dari Allah SWT atas musuh-musuhnya, hatinya akan dibersihkan dari sifat munafik serta kotoran-kotorannya, ia akan dicintai oleh orang lain, dan masih banyak hadits-hadits lainnya yang menerangkan keutamaan bershalawat ke atas Nabi saw. Para ahli fiqih mengatakan bahwa bershalawat kepada Nabi saw. adalah fardhu, paling tidak 1 kali dalam seumur hidup, dan ini merupakan ijma’/ kesepakatan seluruh ulama. Sedangkan yang diperselisihkan adalah, apakah menjadi kewajiban bagi seseorang untuk bershalawat setiap kali mendengar nama Nabi saw disebut atau tidak? Sebagian ulama berpendapat bahwa wajib bershalawat jika nama beliau disebut. Ulama lainnya berpendapat mustahab/ sangat dianjurkan.

Orang ketiga ialah orang yang dalam hidupnya tidak dapat melayani kedua orang tuanya atau salah seorang di antara keduanya dengan baik ketika mereka telah tua, sehingga ia tidak akan mendapatkan surga. Banyak hadits yang meriwayatkan tentang ha-hak orang tua. Alim ulama berkata bahwa mematuhi perintah kedua orang tua dalam hal yang mubah adalah wajib. Jangan berbuat tidak sopan kepada mereka, dan jangan mendatangi mereka dengan sombong, sekalipun mereka musyrik. Jangan meninggikan suara melebihi suara mereka, jangan memanggil mereka hanya dengan namanya dan dahulukan mereka dalam kepentingannya. Jika harus mengingatkan mereka kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran, hendaklah dilakukan dengan cara yang halus. Tetaplah menjaga hubungan yang baik jika ajakan kita ditolak. Selalulah berdoa memohon hidayah untuk mereka, walaupun mereka menolaknya. Muliakanlah dan hormatilah mereka pada setiap kesempatan. Sebuah hadits menyatakan,” Pintu terbaik untuk memasuki surga adalah ayah. Jika kamu menginginkannya, maka peliharalah ia atau abaikanlah ia.” Seorang shahabat r.a. bertanya kepada Nabi saw., “ Apakah hak-hak kedua orang tua?” Beliau menjawab,” Mereka itu surgamu atau nerakamu.” Ridho mereka akan membawamu ke surga dan kemarahan mereka akan membawamu ke neraka.” Sebuah hadits lain menyatakan,” Seorang anak sholeh yang memandang kedua orang tuanya dengan rasa cinta dan kasih sayang, maka pahalanya sama seperti haji yang makbul.” Hadits lain mengatakan,” Selain dosa syirik kepada Allah SWT, Allah mengampuni semua dosa-dosa yang dikehendaki-Nya, tetapi Dia akan menurunkan azab sebagai balasan karena durhaka kepada orang tua, di dunia ini, juga sebelum ia mati.” Seorang shahabat r.a. berkata,” Ya Rasulullah. Saya ingin berjihad.” Sabda Beliau,” Apakah ibumu masih hidup?” Jawabnya,” Ya.” Beliau lalu bersabda,” Layanilah ibumu, karena surgamu ada di bawah telapak kaki ibumu.” Hadits lainnya menyebutkan,” Ridho Allah tergantung pada ridho ibu dan bapak. Dan murka Allah bergantung pada murka ibu dan bapak.”

Jika ada seseorang yang karena kelalaiannya berbuat salah dalam masalah ini, sedangkan kedua orang tuanya telah meninggal dunia, maka menurut syariat yang suci ini, masih ada jalan keluarnya. Sebuah hadits mengajarkan kepada kita agar jika hal itu terjadi, seorang anak hendaknya selalu berdoa dan memohonkan ampunan bagi kedua orang tuanya. Dengan mendoakan mereka, ia akan dimasukkan ke dalam golongan orang-orang yang berbakti. Hadits lain mengatakan bahwa amalan seseorang yang paling baik setelah kematian ayahnya adalah berbuat baik kepada teman-teman ayahnya.
Read More or Baca Lebih Lengkap..

Bab I Keutamaan Ramadhan

Hadits ke-2

Dari Abu Hurairah r.a., Nabi saw. Bersabda,” Ummatku dikaruniai lima ( 5 ) keistimewaan pada bulan Ramadhan, yang belum pernah diberikan kepada umat-umat sebelum mereka: 1> Bau mulut orang yang berpuasa di sisi Allah lebih disukai oleh Allah daripada minyak kasturi. 2> Ikan – ikan akan memohonkan ampunan untuk mereka sampai mereka berbuka. 3> Allah menghiasi surga-Nya setap hari dan berfirman kepadanya,’ Saatnya hampir tiba bagi hamba-hamba-Ku yang shalih, yang tabah dalam ujian, untuk melepaskan segala beban kesukaran ( di dunia ) dan mereka akan mendatangimu.’’ 4> Syaithan – syaithan jahat akan dibelenggu sehingga tidak dapat bebas menggoda mereka sebagaimana mereka biasa menggoda pada bulan-bulan lainnya. 5> Pada malam terakhir bulan tersebut, mereka akan diampuni. Ada orang yang bertanya,” Ya Rasulullah, apakah malam itu malam Lailatul Qadar?” Beliau bersabda,” Bukan, tetapi seorang pekerja akan diberikan upahnya jika telah selesai melakukan pekerjaannya.” ( HR Ahmad ).

Penjelasan
Rasulullah saw menyebutkan di dalam hadits di atas tentang lima karunia Allah SWT terhadap ummat ini yang tidak diberikan kepada umat-umat ( yang berpuasa ) terdahulu. Apabila kita betul-betul menyadari betapa besar karunia Allah ini, tentu kita akan berusaha dengan ikhlas untuk mendapatkannya.

Keistimewaan ke-1: ‘ Bau mulut orang yang berpuasa ( karena lapar ), lebih disukai Allah daripada harumnya minyak kasturi’. Para pensyarah hadits mengutarakan delapan ( 8 ) pendapat/ interpretasi mengenai maksud lafazh tersebut, sebagaimana telah saya utarakan dalam Syarah Al Muwaththa’. Namun, menurut saya, ada tiga penafsiran yang dapat diterima.

Penafsiran 1: Bahwa di akhirat, Allah akan memberikan pahala bau mulut tersebut dengan keharuman yang lebih harum dan lebih segar daripada minyak kasturi. Maksudnya telah jelas dan tidak jauh dari makna yang sebenarnya. Penafsiran yang demikian juga terdapat di dalam kitab Durrul Mantsur, dan terdapat riwayat yang menerangkannya dengan jelas. Oleh sebab itu, sudah tentu ini merupakan penafsiran yang paling tepat.

Penafsiran 2: Pada hari kiamat, pada saat manusia dibangkitkan dari kubur, ciri-ciri orang yang berpuasa adalah bau harum yang akan keluar dari mulut mereka, yang keharumannya melebihi harumnya minyak kasturi.

Penafsiran 3: Menurut pendapat Maulana Zakariyya, penafsiran yang paling dapat diterima dari kedua penafsiran di atas adalah bahwa ketika di dunia, bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada harumnya minyak kasturi.
Ini menunjukkan hubungan kasih sayang antara Allah SWT dan makhluq-Nya yang sedang berpuasa. Kita mengetahui, walaupun bau mulut dari orang yang sangat kita cintai itu tidak enak, bagi yang mencintainya, bau tersebut sangat menarik. Dalam hal ini, yang mencintai tidak lain adalah Allah SWT sendiri. Ini menunjukkan betapa dekat hubungan orang yang berpuasa dengan Allah SWT, karena puasa adalah salah satu bentuk ibadah yang paling disukai oleh Allah SWT. Oleh sebab itu, sebuah hadits menyatakan bahwa pahala setiap amalan akan dibawa oleh para malaikat, tetapi mengenai pahala puasa, Allah SWT berfirman,” Aku sendiri yang akan memberikannya, karena puasa hanya untuk-Ku.” Sebagian ulama meriwayatkan bahwa lafazh Ujzaa bihi maksudnya adalah: Akulah yang akan memberikan diri-Ku kepadanya. Dan pahala apalagi yang lebih besar daripada mendapatkan yang kita kasihi?

Hadits lain menyebutkan,” Pintu segala macam ibadah adalah puasa.” Dengan puasa hati menjadi bersinar, sehingga dapat menghidupkan semangat beribadah. Ini akan didapat jika puasa dilakukan dengan sungguh-sungguh dan memenuhi syarat serta adabnya, yaitu bukan hanya menahan haus dan lapar. Di sini perlu juga disampaikan sebuah masalah penting, bahwa berdasarkan hadits-hadits tentang keutamaan bau mulut orang yang sedang berpuasa, beberapa Imam Mazhab telah melarang bersiwak bagi orang yang berpuasa setelah tengah hari, dengan alasan khawatir nanti bau mulutnya akan berkurang/ hilang. Sedangkan menurut Mazhab Hanafi, bersiwak adalah Mustahab ( dianjurkan ) kapan saja, dengan alasan bahwa dengan bersiwak bau mulut akan hilang. Sedangkan bau yang dimaksud di sini adalah bau yang disebabkan oleh perut kosong, bukan karena gigi. Dalil-dalil/ argumen mengenai hal ini terdapat dalam kitab-kitab fiqih dan hadits.

Keistimewaan 2: Ikan-ikan di laut akan beristighfar untuk orang-orang yang berpuasa. Maksudnya, banyak makhluk yang akan mendoakannya. Hal ini banyak dikemukakan di dalam berbagai riwayat. Sebagian riwayat menyebutkan bahwa para malaikat akan memohonkan ampunan baginya. Syaikh Muhammad Ilyas mengemukakan bahwa memang benar bahwa ikan-ikan akan mendoakannya, karena Allah telah berfirman:


“ Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih , niscaya Yang Maha Rahman akan mencintai mereka ( di dunia ).” ( QS Maryam 96 )

Sebuah hadits menyebutkan,” Jika Allah mencintai seorang hamba-Nya, maka Dia akan berfirman kepada Jibril a.s., ‘ Aku mencintai orang itu, hendaknya kamu juga mencintainya.’Lalu Jibril a.s. mencintai orang itu dan mengumumkan kepada penduduk langit,’ Allah mencintai orang itu, hendaknya kalian juga mencintainya.’ Maka semua penduduk langit akan mencintainya. Kemudian kecintaan kepada orang itu, akan menyebar ke seluruh Bumi. Padahal biasanya cinta itu hanya dimiliki oleh orang-orang yang ada di dekatnya, namun cinta ini akan menyebar kemana-mana, sehingga bukan hanya yang tinggal di dekatnya saja yang akan mencintainya, bahkan penduduk sungai pun akan mencintainya dan mendoakannya. Sehingga perasaan cinta kepadanya sudah melebihi batas daratan sampai ke dalam laut. Dan doa penduduk hutan adalah hal yang sudah semestinya.

Keistimewaan 3: Surga dihiasi untuk menyambut bulan Ramadhan. Hal ini telah dikemukakan di dalam berbagai riwayat. Sebuah riwayat menyebutkan bahwa sejak permulaan tahun, surga telah dihias untuk menyambut Ramadhan. Biasanya, semakin penting tamu yang akan datang, maka semakin awal pula persiapannya. Contoh mudah, dalam acara walimah pernikahan, maka persiapan telah dilakukan beberapa bulan sebelumnya. Apatah lagi dengan moment Ramadhan.

Keistimewaan 4: Syaithan-syaithan yang amat jahat akan dirantai sehingga kemaksiatan akan berkurang. Sudah menjadi sunnatulloh bahwa yang namanya syaithan dari dulu selalu berusaha sekuat tenaga menyesatkan orang-orang yang beriman dari jalan yang benar, sehingga kemaksiatan akan semakin bertambah bakan sampai berlebihan. Namun dengan adanya semangat ibadah dan gairah untuk memperoleh rahmat pada bulan Ramadhan yang penuh berkah ini, yang terlihat secara umum adalah kemaksiatan berkurang. Berapa banyak para pemabuk, yang karena keistimewaan Ramadhan, tidak meminum minuman keras? Berapa banyak kemaksiatan yang biasanya dilakukan secara terang-terangan telah berkurang karena Ramadhan? Kalaupun masih ada perbuatan dosa, itu bukan sesuatu yang sulit untuk memahami hadits di atas. Karena isi hadits menyatakan bahwa yang dibelenggu adalah syaithan-syaithan yang sangat jahat, maka tidak perlu heran jika masih terjadi perbuatan dosa. Itu karena pengaruh dari syaithan-syaithan yang lebih kecil kadar kejahatannya.

Riwayat lain menyebutkan bahwa pembelengguan syaithan ini adalah mutlak, tanpa batasan hanya syaithan-syaithan yang sangat jahat. Dengan demikian, jika yang dimaksud hadits di atas adalah pembatasan hanya pada syaithan-syaithan yang terjahat, terkadang suatu lafazh disebutkan secara mutlak, dan di pihak lain ternyata ada pembatasan, maka ini bukan suatu pertentangan dalam hadits. Sebaliknya, jika yang dimaksud adalah dibelenggunya seluruh syaithan, maka kemaksiatan yang terjadi di bulan Ramadhan bukanlah sesuatu yang aneh, karena walaupun kemaksiatan itu secara umum terjadi karena godaan syaithan, dapat juga terjadi karena pengaruh kuat dari racun dan hawa nafsu manusia yang sudah terbiasa dengan kemaksiatan selama waktu-waktu di luar Ramadhan, yang semakin lama akhirnya menjadi tabiat yang sulit dihilangkan, sehingga ada atau tidak adanya syaithan, hal itu tidak berpengaruh baginya. Demikianlah maksiat itu dilakukan, sehingga menjadi tabiat pada dirinya. Orang yang terbiasa idup dengan hawa nafsunya, maka perbuatan dosa pun terjadi karena hawa nafsunya.

Sebuah hadits menguatkan hal ini, yakni sabda Nabi saw.,” Apabila seseorang berbuat suatu dosa, sebuah titik hitam akan melekat di dalam hatinya. Jika ia bertaubat dengan ikhlas, titik hitam tadi akan terhapus. Jika tidak bertaubat , titik hitam tadi akan tetap melekat. Apabila ia berbuat dosa lagi, maka titik lainnya akan muncul dan seterusnya, sehingga hatinya menjadi hitam semuanya dan tidak ada sesuatu yang baik yang dapat memasuki hatinya.” Mengenai hal ini, Allah SWT berfirman: “ Sekali-kali tidak! Bahkan hati mereka telah berkarat.”

Oleh sebab itu, dengan sendirinya hati itu akan cenderung pada perbuatan maksiat. Inilah sebabnya, mengapa ada sebagian orang yang tidak peduli terhadap dosa tertentu yang ia lakukan, tetapi jika ia melakukan suatu dosa yang lain, hati mereka akan menolak. Misalnya, jika orang-orang yang biasa minum khamr disuruh makan babi, ia tentu akan menolak, padahal keduanya merupakan makanan yang diharamkan. Demikian juga, apabila suatu perbuatan dosa dilakukan terus menerus dilakukan di luar Ramadhan, maka hati akan menyatu dengan dosa-dosa itu, sehingga meskipun di bulan Ramadhan, tetap saja dosa-dosa tersebut akan dilakukan, meskipun tanpa digoda oleh Syaithan. Jika yang dimaksud adalah seluruh syaithan dirantai d bulan Ramadhan, maka kita dapat memahaminya dengan keterangan di atas. Dan jika yang dimaksud hanya syaithan-syaithan jahat yang diranta, itu pun dapat dipahami.

Maulana Zakariyya berpendapat bahwa penjelasan inilah yang lebih tepat. Semua orang dapat berpikir dan membuktikan, bahwa untuk berbuat baik atau menghindari perbuatan maksiat pada bulan Ramadhan tidaklah begitu sulit sebagaimana ketika di luar bulan Ramadhan. Dengan sedikit kesungguhan dan ketawajjuhan sudah cukup untuk dapat terhindar dari godaan-godaan tersebut. Syaikh Mohammad Ishaq berpendapat bahwa kedua hadits tersebut ditujukan bagi orang yang berbeda. Bagi orang-orang fasik, yang dirantai hanya syaithan-syaithan yang sombong. Sedangkan bagi orang-orang shalih, yang dirantai adalah seluruh syaithan.

Keistimewaan 5: Pengampunan diberikan kepada seluruh orang yang berpuasa pada akhir malam bulan Ramadhan. Hal ini telah diterangkan dalam riwayat yang pertama. Karena malam yang paling utama di antara malam-malam Ramadhan adalah malam Lailatul Qadr, para shahabat r.hum. mengira bahwa keutamaan tersebut diperuntukkan bagi malam Lailatul Qadr saja. Nabi saw. Menjawab,” Keutamaan Lailatul Qadar lain lagi, sedangkan nikmat ini adalah ganjaran untuk akhir Ramadhan.”
Read More or Baca Lebih Lengkap..

Bab I Keutamaan Ramadhan

Hadits ke-1
Lanjutan penjelasan ( 2 )…………….
…….

Kemudian Rasulullah saw bersabda tentang keutamaan dan adab bulan Ramadhan. Pertama; bulan Ramadhan adalah bulan kesabaran. Oleh sebab itu, walaupun mengalami kesulitan berpuasa, hadapilah dengan riang dan sabar. Jangan berkeluh kesah. Jika tertinggal makan sahur, tetaplah berpuasa setelah shubuh. Lalu jika merasa letih ketika sholat tarawih, bersabarlah dengan tetap penuh kegembiraan, jangan menganggapnya sebagai suatu musibah karena hal itu akan menghilangkan pahalanya. Jika untuk mendapatkan keduniaan saja kita sanggup menahan lapar dan haus, mengapa kita tidak mampu menahan sedikit kesulitan untuk mencari ridha Allah ?

Kedua; bahwa bulan ini adalah bulan kasih sayang, yaitu meningkatkan bantuan kepada kaum fakir miskin. Jika ada sepuluh makanan yang disediakan untuk kita berbuka, maka sekurang-kurangnya tiga atau empat bagian dari makanan itu disisihkan untuk fakir miskin. Jika kita tidak dapat memberikan yang lebih baik dari yang kita makan, paling tidak kita berikan yang sama dengan yang kita makan. Berapapun kemampuan kita, sisihkanlah sebagian makanan berbuka dan bersahur kita untuk diberikan kepada fakir miskin.

Dalam setiap urusan, para shahabat r.hum merupakan contoh nyata bagi kita. Keteladanan amal shalih mereka telah terbuka untuk kita ikuti. Terdapat ratusan bahkan ribuan peristiwa pada diri mereka yang dapat membuat diri kita kagum.

Disebutkan dalam Kitab Ruhul Bayan bahwa Imam Suyuthi rah.a dalam Jami’ush Shaghir dan As Sakhaway dalam Kitab Al Maqashidnya terdapat riwayat dari Ibnu Umar r.huma bahwa Rasulullah saw bersabda,” Di antara ummatku, senantiasa ada lima ratus ( 500 ) orang pilihan dan empat puluh ( 40 ) orang Wali Abdal. Jika salah seorang di antara mereka meninggal dunia, maka akan langsung ada penggantinya.” Para shahabat r.hum bertanya, “ Apakah amalan istimewa mereka?” Beliau bersabda,” Mereka memaafkan para penzhalim, bermua’malah dengan baik walaupun dengan ahli maksiat dan berbagi kasih sayang dalam rezeqi yang mereka terima.” Hadits lain menyebutkan,” Barangsiapa memberi makan kepada orang yang lapar, memberi pakaian kepada orang yang telanjang, dan memberi tempat bermalam kepada musafir, Allah akan menyelamatkannya dari ketakutan pada hari kiamat.”

Yahya Barmaki rah.a. biasa memberikan seribu dirham kepada Sufyan Ats Tsauri rah.a. setiap bulannya. Lalu Sufyan Ats Tsauri rah.a. bersujud kepada Allah dan berdoa,” Ya Allah, Yahya telah mencukupi keperluan duniaku, maka melalui rahmat-Mu yang besar, cukupilah kebutuhannya di akhirat.” Dan setelah Yahya rah.a. meninggal dunia, ketika orang-orang melihatnya di dalam mimpi, mereka bertanya kepadanya,” Bagaimana keadaanmu?” Yahya rah.a. menjawab,” Melalui doa Sufyan, Allah telah mengampuni dosa-dosaku.”

Selanjutnya Rasulullah saw bersabda tentang keutamaan memberi makan kepada orang yang berbuka puasa. Sebuah hadits meriwayatkan bahwa selama bulan Ramadhan, para malaikat memohonkan rahmat bagi orang yang memberi makan kepada orang yang berbuka puasa dari nafkahnya yang halal. Dan pada malam Lailatul Qadr, Jibril a.s. akan berjabat tangan dengannya. Dan barangsiapa berjabat tangan dengan Jibril a.s. ( tanda-tandanya adalah ) hatinya menjadi lembut, dan air matanya akan mudah mengalir. Hamad bin Salamah rah.a adalah seorang muhaddits yang masyhur. Ia biasa memberi makan ketika ifthar ( berbuka puasa ) setiap hari kepada lima puluh ( 50 ) orang yang berpuasa pada bulan Ramadhan. “ ( Ruhul Bayan ).

Setelah Nabi bersabda tentang keutamaan ifthar, lalu beliau menyatakan bahwa bagian pertama bulan Ramadhan adalah masa diturunkannya rahmat. Maksudnya, Allah SWT menurunkan Rahmat-Nya secara umum kepada kaum muslimin. Jika mereka mensyukuri nikmat itu, maka nikmat untuk mereka akan ditambah. Allah SWT berfirman:


“ Apabila kamu mensyukuri nikmat-Ku, pasti Aku akan tambah nikmat-Ku kepadamu.”

Bagian pertengahan bulan Ramadhan adalah masa diturunkannya ampunan sebagai balasan dan penghormatan terhadap puasa yang telah dilakukan pada bagian pertama. Dan bagian ketiga adalah masa pembebasan dari api neraka. Masih banyak hadits-hadits lainnya yang menyebutkan tentang pembebasan dari api neraka pada akhir bulan Ramadhan. Menurut Maulana Zakariyya, bulan Ramadhan terbagi menjadi tiga bagian, yakni rahmat, maghfirah dan kebebasan dari api neraka. Pada umumnya manusia terbagi menjadi tiga golongan; 1> Orang yang tidak mempunyai beban dosa, sehingga semenjak awal bulan Ramadhan merupakan curahan hujan rahmat dan nikmat bagi mereka. 2> Orang-orang yang kadar dosanya ringan. Mereka menerima ampunan dari Allah setelah beberapa hari berpuasa. Sebagai berkah dan balasan terhadap puasa mereka, dosa-dosa mereka diampuni pada bulan Ramadhan. 3> Orang-orang yang berdosa besar. Bagi mereka, ampunan akan datang, setelah berpuasa lebih lama pada bulan Ramadhan. Bagi mereka yang telah memperoleh rahmat Allah semenjak permulaan dan dosa-dosa mereka diampuni, maka tidak perlu ditanyakan lagi berapa banyak rahmat bercucuran ke atas mereka. ( Wallohu a’lam ).

Selanjutnya Nabi memberi semangat kepada para shahabatnya, bahwa majikan hendaknya bersikap baik kepada para pembantu mereka selama bulan Ramadhan, karena bagaimanapun juga, mereka sedang berpuasa. Banyaknya beban pekerjaan yang diberikan kepada mereka akan menyulitkan puasa mereka. Apabila pekerjaan terlalu banyak dan berat, mengapa tidak menambah jumlah pekerja? Hal tersebut hanya berlaku bila pembantu sedang berpuasa. Sedangkan jika pembantu tidak sedang berpuasa, maka tidak ada perbedaan baginya antara bulan Ramadhan dengan bulan lainnya. Adalah suatu kezaliman dan sangat tidak berperasaan jika majikan sendiri tidak berpuasa, lalu tanpa rasa malu ia membebani tugas yang berat kepada para pekerjanya yang sedang berpuasa. Bahkan jika pekerjaan menjadi terbengkalai karena puasa dan sholat, mereka akan dimarahi oleh tuannnya.



“ Dan orang-orang yang berbuat zalim akan mengetahui ke tempat manakah mereka akan dikembalikan ( yaitu neraka jahannam).” ( QS Asy Syu’araa 227 )

Kemudian Rasulullah memerintahkan, agar kita memperbanyak empat amalan pada bulan Ramadhan:
1. Memperbanyak mengucapkan kalimat Thayyibah. Sebagaimana telah disebutkan di beberapa hadits bahwa kalimat tersebut merupakan dzikir yang paling utama. Di dalam Kitab Misykat, Abu Sa’id Al Khudri r.a., meriwayatkan, “ Suatu saat, Nabi Musa a.s. berdoa kepada Allah, “ Ya Allah, berilah kepadaku suatu doa yang dengannya aku dapat mengingat-Mu dan berdoa kepada-Mu.” Lalu Allah memerintahkannya agar mengucapkan kalimat Laa ilaaha illallohu. Musa a.s. berkata, “ Yaa Allah, kalimat ini telah dibaca oleh semua hamba-Mu. Aku menginginkan kalimat yang khusus.” Allah SWT berfirman,” Hai Musa, apabila tujuh lapis langit beserta isinya selain Aku, dan tujuh lapis bumi beserta isinya, diletakkan di atas suatu timbangan dan kalimat ini diletakkan di atas timbangan yang lain, maka kalimat ini akan lebih berat.”

Hadits lain menyebutkan,” Barangsiapa mengucapkan kalimat ini dengan ikhlas, maka pintu-pintu langit akan terbuka dan tidak ada yang dapat menghalanginya hingga menuju arsy Allah.” Syaratnya adalah, orang yang mengucapkan kalimat itu menjauhi dosa-dosa besar.

2. Memperbanyak istighfar. Banyak hadits yang meriwayatkan tentang keutamaan istighfar. Sebuah hadits menyebutkan,” Barangsiapa beristighfar sebanyak-banyaknya, maka Allah akan membukakan jalan keluar untuknya dari semua kesulitannya dan akan membebaskannya dari segala duka cita. Dan ia akan memperoleh rezeqi dari arah yang tidak disangka-sangka.” Dalam riwayat yang lain, Nabi saw bersabda,” Setiap orang berbuat dosa. Tetapi sebaik-baik orang yang berdosa ialah yang selalu bertaubat.” Jika seseorang berbuat dosa, maka sebuah titik hitam akan melekat di hatinya. Namun jika ia bertaubat, maka titik hitam itu akan lenyap. Jika tidak bertaubat, maka titik hitam itu akan tetap tertera di sana.”

3. Perbanyak doa memohon surga.
4. Berlindung dari api neraka jahannam.

Semoga Allah SWT mencurahkan rahmat-Nya kepada kita semua.
Read More or Baca Lebih Lengkap..

Bab I Keutamaan Ramadhan

Hadits ke-1
Lanjutan penjelasan ( 1 )…………….


Itulah yang semestinya kita pikirkan, sejauh manakah kita menunaikan kewajiban-kewajiban kita pada bulan Ramadhan yang mulia ini. Jangan sampai kita tidak mengetahui prioritas dalam beramal. Jika yang fardhu atau wajib saja begitu sulit untuk diamalkan, bagaimana dapat mengamalkan yang sunnah? Shalat Isyraq dan dhuha pada bulan Ramadhan sering kita tinggalkan karena tidur. Apalagi shalat awwabin, karena sibuk berbuka dan khawatir dengan shalat tarawih yang panjang, akhirnya shalat awwabin ditinggalkan. Bagitu pula pada waktu sahur, kebanyakan kita kehilangan kesempatan untuk mendirikan shalat Tahajud, sebab terlampau sibuk untuk mempersiapkan menu sahur, dan juga karena begitu banyak makanan yang kita santap, disebabkan kekhawatiran yang berlebihan kita akan lemah dan kelaparan saat berpuasa di waktu siang. Apabila demikian, kapankah ada kesempatan untuk memperbanyak amalan sunnah? Semua ini terjadi dan senantiasa terjadi berulang-ulang, disebabkan kita semua tidak memperhatikan Ramadhan dengan sungguh-sungguh. Atau bahkan barangkali karena memang tidak ada keinginan untuk mengamalkannya.
Seperti kata sebuah syair: “ Jika tidak ada kemauan, beribu-ribu alasan dapat engkau kemukakan.”


Meskipun demikian, betapa masih banyak hamba-hamba Allah SWT yang sempat memanfaatkan kesempatan yang sangat bernilai ini. Seperti halnya yang dilakukan oleh seorang ulama besar yaitu Syaikh Khalil Ahmad ( Guru Maulana Zakariyya ), yang meski telah berusia lanjut, di bulan Ramadhan, beliau terbiasa membaca dan memperdengarkan satu seperempat juz Al Qur’an dalam sholat nafil/ sunnah setelah maghrib. Lepas itu, beliau hanya menghabiskan waktu setengah jam untuk makan, dan selebihnya ia menyibukkan diri kembal dengan amalan-amalan, sholat isya dan solat tarawih yang paling sedikit beliau jalankan selama 2 jam. Beliau hanya tidur 2 atau 3 jam, dan kemudian bangun tahajjud. Setengah jam sebelum shubuh, beliau makan sahur. Lepas shubuh, beliau kembali menyibukkan diri dengan amalan dan menulis kitab. Begitulah keseharian beliau di dalam bulan Ramadhan. Dan masih banyak lagi, ulama-ulama sholeh yang memiliki kebiasaan seperti itu. Mereka berusaha sekuat tenaga untuk memanfaatkan setiap moment-moment Ramadhan dengan amalan-amalan dan ibadah –badah nafilah, dan tidak akan membiarkan sedikitpun waktu yang terlewat dengan perbuatan sia-sia.

Maksud diceritakannya amalan para ulama tersebut dalam menghabiskan bulan Ramadhan ini bukan sekedar untuk bahan bacaan/ cerita, tetapi bertujuan untuk mendorong/ memotivasi kita agar mengikuti mereka sesuai kemampuan yang ada. Betapa beruntung orang yang tidak bergantung dengan kesibukan dunia dan berusaha memperbaiki kehidupannya dalam bulan ini, setelah melewati sebelas bulan lainnya dengan sia-sia. Bagi orang yang terbiasa bekerja dari jam 08.00 hingga pukul 16.00, tentu tidak akan memberatkan jika di bulan Ramadhan ini, dari lepas shubuh hingga pukul 08.00- waktunya digunakan untuk membaca Al Qur’an. Meskipun sibuk dengan urusan dunia, kita tetap memiliki waktu untuk membaca Al Qur’an. Demikian pula dengan profesi-profesi yang lain, jika disertai dengan kemauan, keikhlasan dan kegembiraan, maka tidak ada halangan untuk tetap membaca Al Qur’an di sela-sela kesibukan bekerja. Karena bagaimanapun, ada hubungan yang amat erat antara Raadhan dengan Al Qur’an.

Perlu diketahui bahwa hampir semua Kitabullah diturunkan pada bulan Ramadhan. Begitu pula dengan Al Qur’an, telah diturunkan dari Lauhul Mahfuzh ke langit dunia pada bulan Ramadhan. Lalu diturunkan secara berangsur-angsur menurut kejadiannya dalam masa kurang lebih 23 tahun.. Selain itu, Ibrahim A.S. telah menerima Shuhufnya ( kitab suci ) pada tanggal 1 atau 3 Ramadhan. Nabi Dawud A.S. menerima Kitab Zabur pada tanggal 12 atau 18 Ramadhan. Musa A.S. menerima Taurat pada hari ke-6. Dan Nabi Isa A.S. menerima Kitab Injil pada hari ke-12 atau 13 Ramadhan. Dari sini dapat diketahui adanya hubungan yang sangat erat antara kitab-kitab Allah dengan Ramadhan. Oleh karena itu, hendaknya kita membaca Al Qur’an sebanyak mungkin pada bulan ini. Seperti itulah kebiasaan para waliyullah. Malaikat Jibril A.S. pun membacakan seluruh Al Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW pada bulan Ramadhan. Riwayat lain menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW yang membaca Al ur’an dan Jibril menyimaknya.

Dengan menggabungkan riwayat-riwayat tersebut, para ulama menyatakan bahwa mustahab ( sangat dianjurkan ) membaca Al Qur’an dengan cara seperti itu ( seorang membaca, yang lain mendengarkan secara bergantian. Bacalah Al Qur’an kapan saja ada kesempatan, dan waktu yang lain jangan disia-siakan.

Di akhir hadits di atas, Rasulullah SAW menganjurkan empat ( 4 ) hal agar kita mengamalkannya sebanyak mungkin pada bulan Ramadhan, yaitu membaca kalimat Thoyyibah, Istighfar, berdoa memohon agar dimasukkan ke dalam surga dan berlindung dari jahannam. Dengan demikian, kapan saja ada waktu luang, anggaplah itu sebagai sebuah kebahagiaan untuk beramal. Apa sulitnya kita membiasakan lidah dengan bersholawat atau mengucapkan kalimat Thayyibah ( Laa ilaaha illallohu ) dalam kesibukan sehari-hari ? Kata-kata itu kelak akan senantiasa terbiasa dalam lisan kita.

Read More or Baca Lebih Lengkap..

Bab I Keutamaan Ramadhan

Hadits ke-1
Dari Salman r.a. ia berkata,” Pada akhir bulan Sya’ban, Rasulullah saw berkhutbah kepada kami. Beliau bersabda,’ Wahai manusia, telah dekat kepadamu bulan yang agung lagi penuh berkah. Bulan yang di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Bulan yang di dalamnya Allah menjadikan puasa sebagai fardhu dan bangun malam sebagai sunnah. Barangsiapa mendekatkan dirinya dengan beramal sunnah, maka ( pahalanya ) sama seperti orang yang beramal fardhu di bulan lainnya. Dan barangsiapa beramal fardhu di dalamnya, maka pahalanya seperti orang yang beramal tujuh puluh amalan fardhu pada bulan lainnya. Inilah bulan kesabaran, dan pahala sabar adalah surga. Inilah bulan kasih sayang, bulan saat rezeqi seorang mukmin ditambah. Barangsiapa memberi makanan berbuka kepada orang yang berpuasa, maka itu menjadi ampunan bagi dosa-dosanya dan mendapatkan pahala yang sama tanpa mengurangi pahala orang ( yang diberi makanan buka ) itu sedikitpun’. Mereka berkata, ‘ Ya Rasulullah, tidak setiap kami memiliki makanan untuk diberikan kepada orang yang berbuka puasa.’ Beliau bersabda, ‘Allah memberi pahala kepada orang yang memberikan makanan untuk berbuka puasa, meskipun sebutir kurma, seteguk air, atau sesisip susu. Inilah bulan yang awalnya penuh rahmat, tengahnya penuh ampunan, dan di akhirnya adalah kebebasan dari api neraka. Barangsiapa meringankan beban hamba-hamba sahayanya pada bulan itu, maka Allah akan mengampuninya dan membebaskannya dari api neraka. Perbanyaklah empat amalan pada bulan itu. Dua di antaranya menyenangkan Tuhannya, dan dua lainnya kamu pasti akan memerlukannya. Adapun dua perkara yang dengannya kamu akan menyenangkan Tuhanmu adalah: Bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan kamu memohon ampunan-Nya. Dan dua perkara yang pasti kamu akan memerlukannya adalah: kamu memohon surga kepada Allah dan kamu berlindung kepada-Nya dari api neraka. Barangsiapa memberi minum kepada orang yang berpuasa, maka Allah akan memberinya seteguk minum dari telagaku yang ia tidak akan haus hingga ia masuk surga.” ( Hadits Riwayat Ibnu Khuzaimah, Baihaqi, Ibnu Hibban )


Penjelasan

Hadits di atas menjadi pembahasan para ahli hadits dikarenakan kelemahannya ( dhaoif ). Namun karena hadits ini mengenai fadhilah amal, maka kelemahan seperti itu masih dapat diterima. Di samping itu, juga karena hadits ini diperkuat dengan hadits-hadits lainnya, maka hadits ini dapet diterima.

Ada beberapa hal yang dapat kita ketahui dari hadits di atas. Pertama, betapa besar perhatian Nabi saw, sehingga secara khusus beliau berkhutbah pada akhir bulan Sya’ban, menasehati dan memperingatkan manusia agar jangan melalaikan bulan Ramadhan walaupun hanya sedetik. Dalam nasehatnya, Beliau menjelaskan dengan panjang lebar keutamaan bulan Ramadhan, kemudian memberi petunjuk yang penting untuk diperhatikan. Antara lain, hakikat Lailatul Qadar sebagai malam yang sangat penting. Penjelasannya akan dipaparkan dalam bab tersendiri nanti.
Rasulullah saw bersabda bahwa Allah telah mewajibkan puasa pada bulan Ramadhan. Dan Allah telah menjadikan qiyam, yaitu shalat tarawih sebagai sunnah. Juga dapat diketahui bahwa shalat tarawih telah diperintahkan langsung oleh Allah swt. Adapun riwayat-riwayat yang menerangkan bahwa Rasulullah saw menisbatkan tarawih pada dirinya, maksudnya sebagai penguat perintah Allah swt radi, sehingga para imam madzhab sepakat bahwa shalat tarawih adalah sunnah. Dan tertulis di dalam kitab Al Burhan, bahwa tidak ada seorangpun di kalangan kaum muslimin yang menolak kesepakatan itu kecuali kaum Rawafidh ( Syi’ah ). Syaikh Maulana Syah Abdul Haq Muhaddits Dehlawi rah.a dalam kitab Ma Tsabata bis-Sunnah telah menulis dari beberapa kitab fiqh bahwa jika suatu masyarakat kota meninggalkan shalat tarawih, maka pemerintahnya harus memerangi mereka.

Ada satu hal penting yang perlu diperhatikan, bahwa pada umumnya orang-orang berpendapat bahwa hanya dengan mendengarkan bacaan Al Qur’an di masjid selama delapan atau sepuluh hari, itu telah mencukupi, lalu amalan tersebut dapat ditinggalkan. Masalah ini perlu diteliti kembali, sebab sebenarnya ada dua sunnah yang berbeda dalam masalah ini:
1. Mendengar atau membaca seluruh Al Qur’an di dalam shalat tarawih adalah ketetapan sunnah.
2. Shalat tarawih pada setiap malam Ramadhan adalah sunnah.

Dengan demikian jelaslah bahwa apabila mereka mendengarkan hafalan Al Qur’an hanya beberapa hari kemudian mereka meninggalkannya, berarti mereka mengamalkan satu sunnah dan meninggalkan yang lainnya.
Bagi orang yang sedang bepergian atau keadaannya sulit untuk menunaikan shalat tarawih di suatu tempat, maka lebih baik ia mendengarkan Al Qur’an selama beberapa hari pada awal Ramadhan, sehingga tidak mengurangi bacaan Al Qur’annya. Jika ada kesempatan untuk menunaikan shalat tarawih di mana saja, hendaknya ia melakukannya, sehingga ( menghafal ) Al Qur’an dapat terlaksana dan pekerjaan kita pun tidak terbengkalai.

Setelah Rasulullah saw menjelaskan mengenai puasa dan tarawih, beliau menganjurkan agar menunaikan ibadah fardhu dan sunnah-sunnah lainnya. Pahala mengamalkan satu sunnah di bulan Ramadhan sama dengan pahala beramal wajib di luar Ramadhan. Dan pahala menunaikan satu amalan wajib di bulan Ramadhan, setara dengan mengamalkan tujuh puluh amalan wajib di luar bulan Ramadhan. Berkenaan dengan hal ini, kita hendaknya memikirkan keadaan ibadah kita. Dalam bulan keberkahan ini, hendaknya kita berpikir, sejauh manakah perhatian kita dalam menyempurnakan kewajiban dan menambah amalan sunnah. Perhatian kita terhadap amalan fardhu pada saat ini adalah demikian: kebanyakan di antara kita meneruskan tidur setelah makan sahur, sehingga mengqadha shalat shubuh, setidak-tidaknya tertinggal shalat shubuh berjamaah. Seolah-olah inilah syukur kita, ibadah wajib yang sangat perlu diperhatikan malah kita qadha’ atau paling tidak kita menguranginya. Padahal, para ahli ushul berpendapat bahwa shalat tanpa berjamaah adalah suatu kekurangan, bahkan Nabi saw bersabda bahwa seolah-olah tidak sah shalat mereka yang tinggal di sekitar masjid, kecuali di masjid. Tertulis di dalam Mazhahiril Haq bahwa barangsiapa shalat tidak berjamaah tanpa suatu udzur, maka kewajiban shalatnya sudah terpenuhi, namun pahala shalatnya tidak ia dapatkan. Demikian juga pada saat shalat maghrib. Biasanya, ketika itu orang-orang sedang sibuk berbuka puasa, sehingga tidak perlu dibicarakan lagi orang-orang yang tertinggal rakaat pertama atau takbir pertama. Dan masih ada banyak kelalaian kita lainnya. Pada siang hari, banyak di antara kita yang qailulah atau tidur siang, dengan beralasan tidur di bulan Ramadhan pun termasuk ibadah, namun akhirnya tidak shalat Dzuhur berjamaah. Sedangkan pada waktu ashar, juga tertinggal shalat Ashar berjamaah dikarenakan terlalu sibuk menyiapkan hidangan buat ifthor aau berbuka puasa. Beginilah keadaan mayoritas kaum muslimin dalam bulan yang suci dan penuh berkah ini. Begitu terus, selalu berulang dari Ramadhan satu ke Ramadhan yang lain.

………………………berlanjut…………………
Read More or Baca Lebih Lengkap..

Muqaddimah

Segala puji bagi Allah, shalawat serta salam semoga terlimpah ke atas utusan terpilih, Muhammad saw. Dalam risalah ini, saya ketengahkan beberapa terjemahan hadits mengenai bulan ramadhan yang penuh berkah. Nabi Muhammad saw sebagai rahmatan lil ‘alamin telah menjelaskan kepada kaum muslimin mengenai keutamaan setiap amalan. Cara menghargai dan mensyukurinya adalah dengan mengamalkannya secara sungguh-sungguh. Sayang karena kelemahan semangat kita dalam menjalankan agama, kita sering melalaikan keutamaan-keutamaan tersebut dan tidak benar-benar memperhatikannya.

Tujuan saya ( Maulana Zakariyya ) menuliskan beberapa hadits mengenai Ramadhan di dalam risalah ini adalah agar para hafizh Al Qur’an yang mengimami shalat tarawih dan alim ulama yang bersemangat tinggi terhadap agama dapat menyampaikan isi lembaran-lembaran ini di masjid-masjid atau majelis-majelis pada awal-awal bulan Ramadhan. Sehingga dalam bulan yang penuh berkah ini tidak mustahil rahmat Allah dan melalui berkah kalam-Nya, dapat membuat kita lebih bertawajuh kepada-Nya dan dapat meningkatkan amal shalih kita, serta mengurangi amal buruk kita. Rasulullah saw bersabda,” “ Jika ada seseorang, dengan sebab dirimu memperoleh hidayah, maka itu lebih baik dan lebih utama daripada mendapatkan unta merah.”


Ramadhan adalah kenikmatan dari Allah swt yang sangat agung bagi kaum muslimin, selama nikmat tersebut dihargai. Jika tidak, bulan Ramadhan akan datang dan pergi begitu saja tanpa ada manfaat apapun. Sebuah hadits menyebutkan,” Seandainya manusia mengetahui tentang bulan Ramadhan, niscaya ummatku akan berharap agar setahun penuh menjadi bulan Ramadhan.” Setiap orang tentu memahami betapa sulitnya jika setahun penuh berpuasa. Namun, jika kesulitan itu dibandingkan dengan pahala bulan Ramadhan, Rasulullah saw bersabda,”..niscaya ummatku akan mengharapkan setahun penuh menjadi bulan Ramadhan.”

Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda,” Berpuasa pada bulan Ramadhan dan tiga hari setiap bulan, akan menjauhkan pikiran jahat dan rasa was-was di dalam hati.” Sehingga pernah ketika para shahabat r.hum dalam suatu perjalanan jihad di bulan Ramadhan, mereka tetap berpuasa, padahal Rasulullah saw berkali-kali membolehkan mereka untuk berbuka. Akhirnya terpaksa Beliau melarang mereka untuk berpuasa. Di dalam Shahih Muslim disebutkan sebuah hadits bahwa dalam suatu pertempuran, para shahabat r.hum tiba di suatu tempat. Ketika itu cuaca sangat panas. Karena kemiskinan mereka, seluruh shahabat r.hum tidak memiliki kain untuk berlindung dari terik matahari. Banyak di antara mereka yang menggunakan tangan mereka untuk berlindung dari panas matahari. Meskipun demikian, mereka tetap berpuasa sehingga banyak di antara mereka yang menjadi lemah tidak mampu berdiri, bahkan ada yang sampai terjatuh. Ada lagi sekelompok shahabat r.hum yang berpuasa sepanjang tahun.

Banyak sekali hadits Nabi saw yang menyebutkan tentang keutamaan bulan Ramadhan, dan saya tidak mungkin menuliskan seluruhnya di sini…………………………………………………………………………………………”.
Untuk itu, dalam risalah ini, saya cukup mengutip dua puluh satu hadits yang dibagi menjadi 3 Bab.

Semoga Allah swt dengan kemulian-Nya dan melalui berkah kekasih-Nya mengabulkan usaha ini dan melimpahkan taufiknya kepada saya dan anda semua. Amin.
Read More or Baca Lebih Lengkap..

What Does This Blog Talk? Blog ini Bicara Tentang...

This blog try to share the amazing benefits of fasting in Ramadhan. They derived from either Qur'an or hadith.

Let's Read and get enjoyed.

Lorem Ipsum

  © Blogger templates Romantico by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP