Selasa, 13 Oktober 2009

Bab III I'tikaf

Hadits Ke-1 

Dari Abu Sa’id Al Khudri r.a., bahwa Rasulullah saw beri’tikaf pada sepuluh hari awal Ramadhan, kemudian dilanjutkan pada sepuluh hari pertengahan di sebuah kemah Turki, lalu Beliau mengulurkan kepalanya seraya menyeru manusia, maka orang-orang pun mendatanginya. Lalu beliau bersabda,” Aku telah beri’tikaf sejak sepuluh hari awal bulan ini untuk mendapatkan Lailatul Qadr, kemudian sepuluh hari pertengahan. Lalu dikatakan kepadaku bahwa Lailatul Qadar itu ada di sepuluh hari yang terakhir. Maka barangsiapa ingin beri’tikaf, I’tikaflah pada sepuluh malam terakhir.” Lalu orang-orang pun beri’tikaf bersama beliau. Beliau bersabda,” Aku bermimpi melihat Lailatul Qadar pada malam ini, tetapi dibuat lupa, dimana pada pagi-pagi aku sujud di tanah yang basah. Maka carilah pada sepuluh malam terakhir dan carilah pada malam-malam yang ganjil.” Memang malam itu hujan, sehingga masjid tergenang air. Setelah selesai sholat shubuh, Rasulullah saw keluar sedangkan di kening beliau menempel tanah basah. Malam itu adalah malam ke-21 dari sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.” ( Hadits Bukhari, Muslim- Misykat )

Penjelasan

I’tikaf pada bulan Ramadhan adalah amalan yang biasa dilakukan oleh Nabi saw. Pada bulan ini, beliau beri’tikaf selama sebulan penuh. Dan pada tahun terakhir di akhir hayatnya, beliau beri’tikaf selama dua puluh hari. Karena kebiasaan beliau yang amat mulia itu ( I’tikaf sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan ), maka para ulama berpendapat bahwa I’tikaf selama sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan adalah sunnah muakaddah.

Berdasarkan hadits di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan utama I’tikaf adalah mencari malam Lailatul Qadar. Pada hakikatnya, Lailatul Qadar hanya dapat dicari melalui I’tikaf. Inilah cara yang lebih tepat, sebab ketika seseorang beri’tikaf, walaupun ia tertidur, ia tetap dianggap beribadah. Selain itu, ketika beri’tikaf, seseorang tidak pulang pergi ke sana ke mari. Maka tidak ada kesibukan bagi orang yang beri’tikaf kecuali beribadah dan mengingat Allah SWT. Oleh sebab itu, tidak ada sesuatu yang paling baik bagi orang yang menghargai Lailatul Qadar dan mencarinya selain beri’tikaf.

Pada mulanya, selama bulan Ramadhan penuh, Rasulullah saw biasa memperhatikan amal-amal ibadah, namun pada sepuluh hari yang terakhir, beliau beribadah tanpa mengenal batas waktu. Beliau bangun malam dan membangunkan keluarganya untuk beribadah, sebagaimana yang diceritakan Aisyah r.ha. Dalam hadits Bukhari dan Muslim disebutkan,” Selama sepuluh hari terakhir Ramadhan, Rasulullah saw lebih mengencangkan ikat sarungnya dan bangun malam, serta membangunkan keluarganya untuk beribadah.” Maksud mengencangkan ikat sarungnya adalah, beliau lebih bersungguh-sungguh dalam beribadah daripada hari-hari lainnya, atau dapat juga bermakna bahwa beliau tidak berhubungan dengan istri-istri beliau pada hari-hari tersebut.
Read More or Baca Lebih Lengkap..

What Does This Blog Talk? Blog ini Bicara Tentang...

This blog try to share the amazing benefits of fasting in Ramadhan. They derived from either Qur'an or hadith.

Let's Read and get enjoyed.

Lorem Ipsum

  © Blogger templates Romantico by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP