Minggu, 30 Agustus 2009

Bab I Keutamaan Ramadhan

Hadits ke-1
Lanjutan penjelasan ( 1 )…………….


Itulah yang semestinya kita pikirkan, sejauh manakah kita menunaikan kewajiban-kewajiban kita pada bulan Ramadhan yang mulia ini. Jangan sampai kita tidak mengetahui prioritas dalam beramal. Jika yang fardhu atau wajib saja begitu sulit untuk diamalkan, bagaimana dapat mengamalkan yang sunnah? Shalat Isyraq dan dhuha pada bulan Ramadhan sering kita tinggalkan karena tidur. Apalagi shalat awwabin, karena sibuk berbuka dan khawatir dengan shalat tarawih yang panjang, akhirnya shalat awwabin ditinggalkan. Bagitu pula pada waktu sahur, kebanyakan kita kehilangan kesempatan untuk mendirikan shalat Tahajud, sebab terlampau sibuk untuk mempersiapkan menu sahur, dan juga karena begitu banyak makanan yang kita santap, disebabkan kekhawatiran yang berlebihan kita akan lemah dan kelaparan saat berpuasa di waktu siang. Apabila demikian, kapankah ada kesempatan untuk memperbanyak amalan sunnah? Semua ini terjadi dan senantiasa terjadi berulang-ulang, disebabkan kita semua tidak memperhatikan Ramadhan dengan sungguh-sungguh. Atau bahkan barangkali karena memang tidak ada keinginan untuk mengamalkannya.
Seperti kata sebuah syair: “ Jika tidak ada kemauan, beribu-ribu alasan dapat engkau kemukakan.”


Meskipun demikian, betapa masih banyak hamba-hamba Allah SWT yang sempat memanfaatkan kesempatan yang sangat bernilai ini. Seperti halnya yang dilakukan oleh seorang ulama besar yaitu Syaikh Khalil Ahmad ( Guru Maulana Zakariyya ), yang meski telah berusia lanjut, di bulan Ramadhan, beliau terbiasa membaca dan memperdengarkan satu seperempat juz Al Qur’an dalam sholat nafil/ sunnah setelah maghrib. Lepas itu, beliau hanya menghabiskan waktu setengah jam untuk makan, dan selebihnya ia menyibukkan diri kembal dengan amalan-amalan, sholat isya dan solat tarawih yang paling sedikit beliau jalankan selama 2 jam. Beliau hanya tidur 2 atau 3 jam, dan kemudian bangun tahajjud. Setengah jam sebelum shubuh, beliau makan sahur. Lepas shubuh, beliau kembali menyibukkan diri dengan amalan dan menulis kitab. Begitulah keseharian beliau di dalam bulan Ramadhan. Dan masih banyak lagi, ulama-ulama sholeh yang memiliki kebiasaan seperti itu. Mereka berusaha sekuat tenaga untuk memanfaatkan setiap moment-moment Ramadhan dengan amalan-amalan dan ibadah –badah nafilah, dan tidak akan membiarkan sedikitpun waktu yang terlewat dengan perbuatan sia-sia.

Maksud diceritakannya amalan para ulama tersebut dalam menghabiskan bulan Ramadhan ini bukan sekedar untuk bahan bacaan/ cerita, tetapi bertujuan untuk mendorong/ memotivasi kita agar mengikuti mereka sesuai kemampuan yang ada. Betapa beruntung orang yang tidak bergantung dengan kesibukan dunia dan berusaha memperbaiki kehidupannya dalam bulan ini, setelah melewati sebelas bulan lainnya dengan sia-sia. Bagi orang yang terbiasa bekerja dari jam 08.00 hingga pukul 16.00, tentu tidak akan memberatkan jika di bulan Ramadhan ini, dari lepas shubuh hingga pukul 08.00- waktunya digunakan untuk membaca Al Qur’an. Meskipun sibuk dengan urusan dunia, kita tetap memiliki waktu untuk membaca Al Qur’an. Demikian pula dengan profesi-profesi yang lain, jika disertai dengan kemauan, keikhlasan dan kegembiraan, maka tidak ada halangan untuk tetap membaca Al Qur’an di sela-sela kesibukan bekerja. Karena bagaimanapun, ada hubungan yang amat erat antara Raadhan dengan Al Qur’an.

Perlu diketahui bahwa hampir semua Kitabullah diturunkan pada bulan Ramadhan. Begitu pula dengan Al Qur’an, telah diturunkan dari Lauhul Mahfuzh ke langit dunia pada bulan Ramadhan. Lalu diturunkan secara berangsur-angsur menurut kejadiannya dalam masa kurang lebih 23 tahun.. Selain itu, Ibrahim A.S. telah menerima Shuhufnya ( kitab suci ) pada tanggal 1 atau 3 Ramadhan. Nabi Dawud A.S. menerima Kitab Zabur pada tanggal 12 atau 18 Ramadhan. Musa A.S. menerima Taurat pada hari ke-6. Dan Nabi Isa A.S. menerima Kitab Injil pada hari ke-12 atau 13 Ramadhan. Dari sini dapat diketahui adanya hubungan yang sangat erat antara kitab-kitab Allah dengan Ramadhan. Oleh karena itu, hendaknya kita membaca Al Qur’an sebanyak mungkin pada bulan ini. Seperti itulah kebiasaan para waliyullah. Malaikat Jibril A.S. pun membacakan seluruh Al Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW pada bulan Ramadhan. Riwayat lain menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW yang membaca Al ur’an dan Jibril menyimaknya.

Dengan menggabungkan riwayat-riwayat tersebut, para ulama menyatakan bahwa mustahab ( sangat dianjurkan ) membaca Al Qur’an dengan cara seperti itu ( seorang membaca, yang lain mendengarkan secara bergantian. Bacalah Al Qur’an kapan saja ada kesempatan, dan waktu yang lain jangan disia-siakan.

Di akhir hadits di atas, Rasulullah SAW menganjurkan empat ( 4 ) hal agar kita mengamalkannya sebanyak mungkin pada bulan Ramadhan, yaitu membaca kalimat Thoyyibah, Istighfar, berdoa memohon agar dimasukkan ke dalam surga dan berlindung dari jahannam. Dengan demikian, kapan saja ada waktu luang, anggaplah itu sebagai sebuah kebahagiaan untuk beramal. Apa sulitnya kita membiasakan lidah dengan bersholawat atau mengucapkan kalimat Thayyibah ( Laa ilaaha illallohu ) dalam kesibukan sehari-hari ? Kata-kata itu kelak akan senantiasa terbiasa dalam lisan kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

What Does This Blog Talk? Blog ini Bicara Tentang...

This blog try to share the amazing benefits of fasting in Ramadhan. They derived from either Qur'an or hadith.

Let's Read and get enjoyed.

Lorem Ipsum

  © Blogger templates Romantico by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP