Minggu, 30 Agustus 2009

Bab I Keutamaan Ramadhan

Hadits ke-1
Dari Salman r.a. ia berkata,” Pada akhir bulan Sya’ban, Rasulullah saw berkhutbah kepada kami. Beliau bersabda,’ Wahai manusia, telah dekat kepadamu bulan yang agung lagi penuh berkah. Bulan yang di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Bulan yang di dalamnya Allah menjadikan puasa sebagai fardhu dan bangun malam sebagai sunnah. Barangsiapa mendekatkan dirinya dengan beramal sunnah, maka ( pahalanya ) sama seperti orang yang beramal fardhu di bulan lainnya. Dan barangsiapa beramal fardhu di dalamnya, maka pahalanya seperti orang yang beramal tujuh puluh amalan fardhu pada bulan lainnya. Inilah bulan kesabaran, dan pahala sabar adalah surga. Inilah bulan kasih sayang, bulan saat rezeqi seorang mukmin ditambah. Barangsiapa memberi makanan berbuka kepada orang yang berpuasa, maka itu menjadi ampunan bagi dosa-dosanya dan mendapatkan pahala yang sama tanpa mengurangi pahala orang ( yang diberi makanan buka ) itu sedikitpun’. Mereka berkata, ‘ Ya Rasulullah, tidak setiap kami memiliki makanan untuk diberikan kepada orang yang berbuka puasa.’ Beliau bersabda, ‘Allah memberi pahala kepada orang yang memberikan makanan untuk berbuka puasa, meskipun sebutir kurma, seteguk air, atau sesisip susu. Inilah bulan yang awalnya penuh rahmat, tengahnya penuh ampunan, dan di akhirnya adalah kebebasan dari api neraka. Barangsiapa meringankan beban hamba-hamba sahayanya pada bulan itu, maka Allah akan mengampuninya dan membebaskannya dari api neraka. Perbanyaklah empat amalan pada bulan itu. Dua di antaranya menyenangkan Tuhannya, dan dua lainnya kamu pasti akan memerlukannya. Adapun dua perkara yang dengannya kamu akan menyenangkan Tuhanmu adalah: Bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan kamu memohon ampunan-Nya. Dan dua perkara yang pasti kamu akan memerlukannya adalah: kamu memohon surga kepada Allah dan kamu berlindung kepada-Nya dari api neraka. Barangsiapa memberi minum kepada orang yang berpuasa, maka Allah akan memberinya seteguk minum dari telagaku yang ia tidak akan haus hingga ia masuk surga.” ( Hadits Riwayat Ibnu Khuzaimah, Baihaqi, Ibnu Hibban )


Penjelasan

Hadits di atas menjadi pembahasan para ahli hadits dikarenakan kelemahannya ( dhaoif ). Namun karena hadits ini mengenai fadhilah amal, maka kelemahan seperti itu masih dapat diterima. Di samping itu, juga karena hadits ini diperkuat dengan hadits-hadits lainnya, maka hadits ini dapet diterima.

Ada beberapa hal yang dapat kita ketahui dari hadits di atas. Pertama, betapa besar perhatian Nabi saw, sehingga secara khusus beliau berkhutbah pada akhir bulan Sya’ban, menasehati dan memperingatkan manusia agar jangan melalaikan bulan Ramadhan walaupun hanya sedetik. Dalam nasehatnya, Beliau menjelaskan dengan panjang lebar keutamaan bulan Ramadhan, kemudian memberi petunjuk yang penting untuk diperhatikan. Antara lain, hakikat Lailatul Qadar sebagai malam yang sangat penting. Penjelasannya akan dipaparkan dalam bab tersendiri nanti.
Rasulullah saw bersabda bahwa Allah telah mewajibkan puasa pada bulan Ramadhan. Dan Allah telah menjadikan qiyam, yaitu shalat tarawih sebagai sunnah. Juga dapat diketahui bahwa shalat tarawih telah diperintahkan langsung oleh Allah swt. Adapun riwayat-riwayat yang menerangkan bahwa Rasulullah saw menisbatkan tarawih pada dirinya, maksudnya sebagai penguat perintah Allah swt radi, sehingga para imam madzhab sepakat bahwa shalat tarawih adalah sunnah. Dan tertulis di dalam kitab Al Burhan, bahwa tidak ada seorangpun di kalangan kaum muslimin yang menolak kesepakatan itu kecuali kaum Rawafidh ( Syi’ah ). Syaikh Maulana Syah Abdul Haq Muhaddits Dehlawi rah.a dalam kitab Ma Tsabata bis-Sunnah telah menulis dari beberapa kitab fiqh bahwa jika suatu masyarakat kota meninggalkan shalat tarawih, maka pemerintahnya harus memerangi mereka.

Ada satu hal penting yang perlu diperhatikan, bahwa pada umumnya orang-orang berpendapat bahwa hanya dengan mendengarkan bacaan Al Qur’an di masjid selama delapan atau sepuluh hari, itu telah mencukupi, lalu amalan tersebut dapat ditinggalkan. Masalah ini perlu diteliti kembali, sebab sebenarnya ada dua sunnah yang berbeda dalam masalah ini:
1. Mendengar atau membaca seluruh Al Qur’an di dalam shalat tarawih adalah ketetapan sunnah.
2. Shalat tarawih pada setiap malam Ramadhan adalah sunnah.

Dengan demikian jelaslah bahwa apabila mereka mendengarkan hafalan Al Qur’an hanya beberapa hari kemudian mereka meninggalkannya, berarti mereka mengamalkan satu sunnah dan meninggalkan yang lainnya.
Bagi orang yang sedang bepergian atau keadaannya sulit untuk menunaikan shalat tarawih di suatu tempat, maka lebih baik ia mendengarkan Al Qur’an selama beberapa hari pada awal Ramadhan, sehingga tidak mengurangi bacaan Al Qur’annya. Jika ada kesempatan untuk menunaikan shalat tarawih di mana saja, hendaknya ia melakukannya, sehingga ( menghafal ) Al Qur’an dapat terlaksana dan pekerjaan kita pun tidak terbengkalai.

Setelah Rasulullah saw menjelaskan mengenai puasa dan tarawih, beliau menganjurkan agar menunaikan ibadah fardhu dan sunnah-sunnah lainnya. Pahala mengamalkan satu sunnah di bulan Ramadhan sama dengan pahala beramal wajib di luar Ramadhan. Dan pahala menunaikan satu amalan wajib di bulan Ramadhan, setara dengan mengamalkan tujuh puluh amalan wajib di luar bulan Ramadhan. Berkenaan dengan hal ini, kita hendaknya memikirkan keadaan ibadah kita. Dalam bulan keberkahan ini, hendaknya kita berpikir, sejauh manakah perhatian kita dalam menyempurnakan kewajiban dan menambah amalan sunnah. Perhatian kita terhadap amalan fardhu pada saat ini adalah demikian: kebanyakan di antara kita meneruskan tidur setelah makan sahur, sehingga mengqadha shalat shubuh, setidak-tidaknya tertinggal shalat shubuh berjamaah. Seolah-olah inilah syukur kita, ibadah wajib yang sangat perlu diperhatikan malah kita qadha’ atau paling tidak kita menguranginya. Padahal, para ahli ushul berpendapat bahwa shalat tanpa berjamaah adalah suatu kekurangan, bahkan Nabi saw bersabda bahwa seolah-olah tidak sah shalat mereka yang tinggal di sekitar masjid, kecuali di masjid. Tertulis di dalam Mazhahiril Haq bahwa barangsiapa shalat tidak berjamaah tanpa suatu udzur, maka kewajiban shalatnya sudah terpenuhi, namun pahala shalatnya tidak ia dapatkan. Demikian juga pada saat shalat maghrib. Biasanya, ketika itu orang-orang sedang sibuk berbuka puasa, sehingga tidak perlu dibicarakan lagi orang-orang yang tertinggal rakaat pertama atau takbir pertama. Dan masih ada banyak kelalaian kita lainnya. Pada siang hari, banyak di antara kita yang qailulah atau tidur siang, dengan beralasan tidur di bulan Ramadhan pun termasuk ibadah, namun akhirnya tidak shalat Dzuhur berjamaah. Sedangkan pada waktu ashar, juga tertinggal shalat Ashar berjamaah dikarenakan terlalu sibuk menyiapkan hidangan buat ifthor aau berbuka puasa. Beginilah keadaan mayoritas kaum muslimin dalam bulan yang suci dan penuh berkah ini. Begitu terus, selalu berulang dari Ramadhan satu ke Ramadhan yang lain.

………………………berlanjut…………………

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

What Does This Blog Talk? Blog ini Bicara Tentang...

This blog try to share the amazing benefits of fasting in Ramadhan. They derived from either Qur'an or hadith.

Let's Read and get enjoyed.

Lorem Ipsum

  © Blogger templates Romantico by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP